Senin, 25 Maret 2013

Tokoh Integritas dan Profesional

Name: Karna 

Nama Lain: Radheya, Basusena, Wresa, Sutaputra, Anggadipa, Suryaputra, Suryatmaja, Talidarma, Bismantaka 

Kasta: Ksatria 

Orang Tua: Dewa Surya dan Kunti 

Pasangan: Supriya 

Anak: Wrisasena, Sudaman, Shatrunjaya, Dwipata, Susena, Satyasea, Citrasena, Susarma dan Wrishaketu 

Kediaman: Kerajaan Angga 

Karna adalah salah satu karakter penting dalam kisah epik, Mahabharata. 

Dia merupakan salah satu karakter pewayangan paling kompleks. Banyak sekali orang yang memperdebatkan karakternya sebagai tokoh antagonis atau protagonis. Kesaktiannya begitu luar biasa, bahkan dikagumi oleh Resi Bhisma dan Sri Kresna. 
Kisah hidupnya yang penuh intrik sangat menarik untuk disimak. Kisah berawal dari seorang gadis bernama Kunti yang ditugaskan oleh ayahnya untuk menjamu seorang resi bernama Durwasa. Sang resi meramalkan bahwa Kunti akan kesulitan mendapatkan anak suatu saat nanti. Karena kagum akan kebaikan dan ketulusan hati Kunti, Resi Durwasa memberikan sebuah mantra bernama Adityahredaya. 

Mantra tersebut berfungsi untuk memanggil dewa yang bersiap memberikan anak atau keturunan. Namun sang resi tidak menjelaskan secara detail tentang hal tersebut. 

Suatu pagi karena merasa penasaran, Kunti mencoba mantra tersebut sambil menatap matahari terbit. Tiba-tiba Dewa Matahari Surya datang dihadapannya. Karena merasa bingung dan ketakutan, Kunti mengatakan bahwa dia hanya ingin mencoba mantra tersebut. Namun sang dewa menjelaskan bahwa Adityahredaya bukanlah hal yang dapat dipermainkan seenaknya. Dewa Surya memberikan sebuah janin di rahim Kunti yang suatu saat nanti akan memiliki kesaktian yang tinggi. 

Ketika melahirkan bayi tersebut, Dewa Surya membantu dalam persalinannya. Bayi tersebut terlihat sedikit berbeda dengan bayi pada umumnya karena dia memakai baju perang dan anting-anting. Setelah mengembalikan keperawanan Kunti, Surya kembali ke kahyangan. 

Demi menjaga nama baik kerajaan, Kunti berniat membuang bayi yang diberi nama Karna tersebut. Dia meletakannya dalam sebuah keranjang dan dihanyutkan di Sungai Aswa hingga akhirnya ditemukan oleh kusir Raja Destrarasta yang bernama Adirata. Dia membawa pulang Karna ke rumahnya. Istrinya yang bernama Radha sangat bahagia dengan kedatangan bayi Karna. Dia memberikanya nama lain yaitu Wasusena. Karna juga dikenal dengan julukan Radheya yang berarti "putera Radha". 

Masa kecil Karna dipenuhi cinta dan kasih sayang dari kedua orang tua angkatnya. Dia bahkan mencintai kedua orang tua angkatnya tersebut melebihi apapun. Ketika beranjak dewasa, Karna tertarik dalam bidang militer. Dia pergi ke Hastinapura dan bertemu dengan Resi Drona yang juga melatih para Pandawa dan Kurawa. Karena mengetahui identitas Karna sebagai anak kusir, Drona menolak mengangkat Karna sebagai muridnya karena dia hanya melatih dari kasta Ksatria saja.

Karna kemudian meminta tolong Dewa Surya untuk melatihnya. Karna belajar cara menggunakan senjata dengan mengumpulkan semua informasi pada siang hari. Pada malam hari, dia berlatih sendiri. Sona, saudara Karna, mendapat kabar bahwa beberapa hari lalu Resi Drona melakukan tes memanah untuk muridnya. Arjuna adalah satu-satunya murid yang berhasil memanah burung tepat pada bagian mata. Setelah mendengar cerita dari Sona, Karna yakin bahwa dia bisa memanah kedua bola mata seekor burung dalam satu tembakan. Setiap malam, mereka berdua berlatih memanah dengan giat. Hingga akhrinya Karna meminta tolong Sona untuk meletakkan seekor burung di sebuah pohon yang tinggi. Dengan satu tembakan, Karna berhasil menusuk kedua mata burung tersebut.

Karna ingin mempelajari menggunakan senjata dewa dan dia mencari guru lain. Dia bertemu dengan Parasurama yang dahulunya adalah guru dari Drona dan Bhisma. Berbeda dengan Drona, Parasurama justru menolak mengangkat murid dari kasta Ksatria dan hanya mau menerima dari kasta Brahmana. 

Oleh karena itu, Karna menyamar menjadi kaum Brahmana. Karena mewarisi kekuatan ayahnya, Karna dapat menguasai setiap hal yang diajarkan Parasurama dalam waktu singkat. Karna lebih senang menggunakan senjata panah. Bahkan kemampuan memanahnya diakui Parasurama hampir setara dengannya. 
Suatu siang, Parasurama ingin beristirahat dibawah pohon. Dia meminta Karna untuk mau memangkunya hingga tertidur. Tiba-tiba seekor lebah besar datang dan menyengat paha Karna. Karena tidak mau mengganggu gurunya, dia menahan sengatan lebah tersebut hingga berdarah. Ketika Parasurama bangun, dia terkejut melihat paha Karna berdarah. Hal itu menyadarkannya bahwa kemampuan menahan sakit dimiliki oleh kaum Ksatria. Karena merasa tertipu, Parasurama mengutuk Karna bahwa suatu hari nanti ketika terjadi pertarungan hidup dan mati melawan seorang musuh, Karna akan lupa tentang segala hal yang pernah diajarkan. 
Karna menjelaskan semuanya dan identitasnya bahwa dia hanya anak seorang kusir. Parasurama merasa menyesal namun kutukannya tidak dapat dihilangkan. Karena Parasurama kagum dengan kesaktian Karna, akhirnya dia menganugerahi senjata suci bernama Bargawastra lengkap dengan busur panah bernama Wijaya. 
Karna juga mendapat kutukan lain. Suatu hari dia berlatih memanah di dekat padepokan Parasurama. Tanpa sengaja, panah yang dia lesatkan mengenai seekor sapi sampai mati. Ternyata sapi yang mati itu adalah milik seorang Brahmana miskin yang kehidupannya bergantung pada sapi tersebut. Karena merasa marah, Brahmana tersebut mengutuk Karna bahwa suatu saat nanti dia akan tewas dengan cara yang sama seperti sapinya. 

Resi Drona menyelenggarakan sebuah turnamen di Hastinapura. Dalam turnamen tersebut, Arjuna tampil sebagai murid yang paling menonjol, terutama dalam memanah. Karna yang melihat turnamen tersebut, muncul dan menantang Arjuna dengan memamerkan kesaktiannya. Kunti tiba-tiba pingsan menyadari bahwa pemuda tersebut adalah putranya yang dibuang. Dia mengenalinya dari anting dan pusaka yang dipakainya sejak bayi. 

Resi Krepa selaku pendeta istana meminta Karna untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu karena hanya para kaum sederajat saja yang boleh menantang para pangeran Kurukshetra. Oleh karena syarat tersebut, Karna pun tertunduk malu. 

Duryodana, putra tertua Kurawa, turun dan membela Karna agar dia dapat berduel dengan Arjuna. Dia menjelaskan kepada publik bahwa kesaktian dan kekuatan tidak harus dimiliki oleh kaum Ksatria saja. Namun peraturan tersebut sudah ditetapkan dari awal. Duryodana kemudian meminta ayahnya untuk mengangkat Karna menjadi raja di Angga. 

Drestarasta yang sangat sayang kepada putra tertuanya tersebut, tidak bisa menolaknya. Pada saat itu juga Karna dinobatkan sebagai raja Angga. Karna yang merasa terharu bertanya hal apa yang dapat dia berikan atas kemurahan hati Duryodana. Duryodana menjelaskan bahwa dia hanya menginginkan persahabatan. 

Persahabatan diantara Karna dan Duryodana sangat erat. Bahkan Karna membantu Duryodana untuk mendapatkan putri Citranggada. Karna rela melakukan apapun demi kehormatan sahabatnya tersebut. Bahkan Duryodana sudah menganggap Karna sebagai saudara sendiri. 

Setelah pindah ke istana Angga, Karna membuat sumpah bahwa siapapun yang datang meminta sesuatu kepadanya, terutama ketika dia sedang memuja Dewa Surya, maka mereka pasti tidak akan pulang dengan tangan hampa. 

Ada sebuah sayembara digelar di Kerajaan Pancala yang berhadiah putri Drupadi. Sayembara berupa lomba memanah boneka ikan dengan panah pusaka kerajaan. Namun dengan syarat peserta tidak boleh melihat target secara langsung, melainkan melihat pantulan dari sebuah baskom yang diisi minyak. Jangankan melesatkan anak panah, tidak ada seorang pesertapun yang mampu mengangkat busur panah pusaka kerajaan. Duryodana dan Karna datang ke sayembara. Duryodana maju namun gagal seketika karena dia tidak sanggup mengangkat busur tersebut. Melihat kegagalan sahabatnya, Karna ingin ikut serta. Dengan bangganya dia berhasil mengangkat busur pusaka dan bersiap membidik sasaran. 

Tiba-tiba Drupadi menghentikan sayembara karena takut apabila Karna berhasil memenangkan sayembara. Drupadi di depan umum menyatakan bahwa dia tidak sudi menikahi anak kusir. Karna yang merasa dipermalukan mengatakan bahwa Drupadi adalah wanita sombong yang nantinya akan menjadi perawan tua karena tidak ada seorangpun yang bisa memenangkan sayembara tersebut selain Karna. 

Sang raja merasa takut dengan ucapan Karna sehingga dia menggelar sayembara baru dengan peraturan tidak harus kaum Ksatria yang boleh mengikutinya. Saat itu Arjuna yang menyamar sebagai kaum Brahmana mengikuti sayembara dan memenangkannya. Beberapa lama sesudah Pandawa membangun Indraprastha, mereka ditantang judi dadu oleh Kurawa. Dengan licik, Kurawa berhasil mengalahkan para Pandawa bahkan kemerdekaan mereka dan Drupadi pun dirampas. 
Melihat hal itu, Karna mengejek Drupadi bahwa seorang wanita yang memiliki banyak suami tidak lebih dari seorang pelacur. Mendengar hal tersbeut, Arjuna bersumpah bahwa kelak dia akan membunuh Karna. 

Karna pernah mendapat kutkan lain saat berusaha menolong seorang anak. Saat itu Karna berkeliling Kerajaan Angga untuk melihat keadaan rakyatnya. Dia bertemu dengan seorang anak yang menangis karena minyak samin miliknya, tumpah. Karna turun dan bertanya kepada anak itu. Dia menjelaskan bahwa pasti akan dimarahi ibu tirinya karena kurang berhati-hati membawa minyak samin tersebut. Karna menjanjikan bahwa dia akan membelikan minyak samin baru. Namun anak itu menolak pemberian Karna. Karena merasa kasihan, Karna mengambil minyak yang tumpah dengan tangannya dan memerasnya sehingga minyak dapat tersaring. 
Tiba-tiba terdengar suara jeritan seorang wanita. Karna membuka tangannya dan menyadari bahwa yang berteriak tadi adalah Dewi Bumi. Karena merasa disakiti, Dewi Bumi mengutuk bahwa suatu hari dalam pertempuran nanti, kereta Karna akan terperosok kedalam lumpur. 

Demi membantu Duryodana menguasai dunia, Karna membawa sejumlah pasukan dan berkeliling untuk mencari aliansi dengan kerajaan lain. Apabila ditolak, maka kerajaan tersebut akan berperang melawannya. Dalam beberapa lama, Hastinapura berhasil menjalin aliansi dengan banyak kerajaan berkat Karna. 

Dewa Indra selaku ayah Arjuna, mengetahui bahwa armor dan anting yang dipakai Karna membuatnya kebal senjata. Suatu hari, dia menyamar sebagai resi tua dan mendatangi Karna untuk meminta baju perang dan anting pusaka Karna. Walaupun sebelumnya Karna sudah diingatkan oleh Dewa Surya mengenai rencana Dewa Indra, namun Karna sudah pernah mengucapkan sumpah bahwa dia akan menolong siapapun yang meminta bantuan kepadanya. 

Karna melepaskan anting suci dan mengiris armor emas yang sudah melekat di tubuhnya sejak bayi, kemudian memberikannya kepada sang resi tua. 

Kagum dengan ketulusan hati Karna, Indra menampakkan wujudnya dan memberikan sebuah pusaka dewa bernama Vasavi Shakti atau Konta. Konta adalah tombak petir berkekuatan tinggi dan hanya bisa dipakai satu kali. (NOTES: mirip dengan konsep petir dewa Zeus dari mitologi Yunani) 

Setelah negosiasi pedamaian antara Pandawa dan Kurawa gagal, Sri Kresna datang menemui Karna. Dia menjelaskan identitas Karna yang sesungguhnya. Kresna menawarkan apabila Karna bersedia bergabung dengan Pandawa, dia yakin bahwa adiknya akan menyerahkan takhta kerajaan kepada Karna. Namun Karna menolak mengingat kebaikan sahabat baiknya, Duryodana. Dia bersikeras untuk menjadikan Duryodana sebagai penguasa. 

Hari peperangan semakin dekat. Kunti akhirnya menemui Karna dan menjelaskan semuanya secara langsung. Pertemuan yang mengharukan ini terjadi dengan tangis yang pilu. Kunti meminta Karna untuk memanggilnya "ibu" dan mengajaknya bergabung dengan Pandawa. Namun Karna menolaknya. Seandainya sebelum pada saat turnamen Kunti mengatakan semuanya, mungkin hasilnya tidak seperti ini. Karna sudah terlanjur berjanji kepada sahabat baiknya. Demi menghormati Kunti, Karna berjanji bahwa dia tidak akan membunuh Pandawa kecuali Arjuna. 

Sebelum perang dimulai, Duryodana meminta Bhisma agar Karna mendampinginya dalam perang. Namun Bhisma menolak Karna dengan alasan kesombongan yang dimiliki Karna. Sebenarnya Bhisma melakukan hal ini karena tahu hal yang sebenarnya. Bhisma tidak ingin Karna berperang melawan adik-adik kandungnya sendiri. Bagaimanapun juga akhirnya Karna menggantikan Bhisma pada hari ke-11 setelah kekalahan Bhisma. 

Pada hari ke-13, Kurawa berhasil membongkar strategi Pandawa yang mengakibatkan kematian Abimanyu, putra Arjuna. Dalam hal ini, Karna dan Duryodana berperan banyak dalam pembunuhan Abimanyu. 

Pada hari ke-14, pertempuran berlanjut hingga malam hari. Gatotkaca yang sejatinya setengah raksasa, putra dari Bima, berhasil membantai banyak pasukan Kurawa. Karena pada malam hari, bangsa raksasa cenderung memiliki kekuatan lebih tinggi. Duryodana dan Karna menghampiri Gatotkaca dan bertarung. Resi Drona dan Duryodana terluka parah akibat serangan Gatotkaca. Dia memohon kepada Karna untuk menggunakan pusaka Konta miliknya. 

Awalnya Karna berniat menggunakan Konta untuk membunuh Arjuna, namun karena keadaan semakin memburuk, akhirnya dia memenuhi keinginan sahabatnya. Gatotkaca dan Karna bertarung sengit yang membuat para prajurit tercengang. Akhirnya Karna mengeluarkan Konta dan melemparkannya ke arah Gatotkaca yang menewaskannya dengan seketika. 

Pada hari ke-16, Karna berhasil mengalahkan Yudhistira, Bima, Nakula dan Sadewa, tapi tidak membunuh mereka. Karna meminta Salya (kusir kuda) untuk membawanya ke arah Arjuna. Karna menembakkan panah saktinya ke arah Arjuna, namun berhasil diselamatkan oleh Sri Kresna. Arjuna membalasnya dengan melesatkan semua anak panah yang dia miliki, namun berhasil dihalau. Karna menembakkan lebih banyak anak panah sehingga membuat Arjuna kewalahan. Tiba dipenghujung hari, Karna mengampuni nyawa Arjuna karena mereka menghormati kode etik peperangan. 

Pada hari ke-17, duel antara Karna dan Arjuna berlanjut. Mereka sama-sama menggunakan panah terbaiknya dalam bertarung. Karna sempat beberapa kali memutuskan tali busur panah Arjuna, namun selalu saja Arjuna dapat memperbaikinya dengan cepat. Tiba-tiba, roda kereta yang dipakai Karna terperosok kedalam lumpur. Karna turun dan berusaha mengangkat keretanya. Dia lupa bahwa sebenarnya masih memiliki senjata pusaka mematikan. Karna meminta Arjuna untuk menunggunya sebentar. 

Namun Kresna menghasut Arjuna untuk melupakan kode etik dan membunuh Karna. Akhirnya dengan serbuan anak panah Arjuna, Karna terluka parah dan tewas.